G-Smart.id – Sangatta – Kendati Kutai Timur (Kutim) merupakan kota yang diduduki salah satu perusahaan tambang terbesar di Indonesia, namun rupanya tenaga kerja malah banyak terserap pada bidang pertanian.

Faktanya, sektor pertanian menempati urutan pertama dalam hal penyerapan tenaga kerja, yaitu sebanyak 52.738 orang atau 33,97 persen dari total jumlah tenaga kerja yang ada.

“Jika dilihat dari kategorinya, maka yang banyak menyerap tenaga kerja adalah kategori pertanian,” kata dia.

Pada sub sektor tanaman pangan, produksi padi sawah di kabupaten ini pun diperhitungkan naik dari 15.744 ton pada 2018 menjadi 16.925 ton pada 2019 lalu.

“Kalau 2020 belum kelihatan, tahun depan baru bisa dirincikan,” tambahnya.

Tidak hanya padi sawah saja, namun kata dia, produksi padi ladang juga meningkat dari 9.841 ton pada 2018 menjadi 12.506 ton pada tahun lalu. Dia merasa bersyukur dan berharap tahun mendatang dapat lebih baik.

“Pembangunan bidang pertanian dalam arti luas di Kutim memang mumpuni, tapi kita juga perlu banyak evaluasi,” tegasnya.

Namun, meskipun di Kaltim sangat bergantung pada pertambangan dan migas, hanya saja kata dia hal itu tidak dapat dijadikan tolok ukur. Sebab, jika produksi pertambangan turun maka akan sangat memengaruhi pendapatan daerah.

“Penyuluh pertanian itu harus dikembangkan. Kalau di jaman orde baru ada penyuluh pertanian tiap desa,” ujarnya.

Idealnya, lanjut dia, untuk mendorong sektor ini dibutuhkan dua orang penyuluh setiap desa. Diketahui, di Kutim tebagi atas 18 kecamatan dan 139 desa serta dua kelurahan.

“Begitu idealnya, setiap desa biasanya ada dua penyuluh, memang harus ada, itu bisa mendorong, karena mereka ujung tombak,” tandasnya.

Sejumlah evaluasi dijabarkannya, termasuk jalan usaha tani pun menurutnya perlu diperhatikan, kata dia hal ini erat kaitannya dengan harga jual supaya tetap stabil.

“Kalau jalan pertanian baik, pasti harga dari petani juga standard,” ungkapnya. (G-S03)

Loading