SANGATTA – Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan sela perkara nomor 10/PPU-XXII/2024 yang dibacakan pada Rabu (14/5/2025), memerintahkan dilakukannya mediasi ulang antara Pemerintah Kutai Timur (Kutim), Kota Bontang, dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Mediasi kali ini diminta untuk difasilitasi langsung oleh Gubernur Kalimantan Timur bersama dengan Kementerian Dalam Negeri.

Terkait polemik sengketa tapal batas bontang – kutim tersebut,  Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman melalui Kepala Bagian (Kabag) Hukum Kutim Januar Bayu Irawan mengatakan pihaknya telah menyatakan sikap, yaitu Pemkab Kutim menghormati putusan sela sebagaimana telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Selanjutnya dikatakan, Pemkab kutim akan berkoordinasi dengan Gubernur dan para pihak yang terkait sesuai dengan apa yang diputuskan dalam amar putusan sela yakni Mk memerintahkan kepada Gubernur untuk memfasilitasi penyelesaian dengan cara mediasi antara Pemerintah Daerah Bontang dengan Pemerintah Kutai Timur dan Pemerintah Kutai Kartanegara dalam upaya penyelesaian permasalahan cakupan wilayah dan batasan wilayah serta peluasan wilayah kota botang paling lama tiga  bulan sejak putusan diucapkan.

“Terkait pemekaran Desa Persiapan Mata Jaya permohonan dari Desa Martadinata Kecamatan Teluk Pandan telah kita upayakan dan memohonkan sejak Tahun 2017. Hal ini kita upayakan karena sebagai upaya Pemkab kutim untuk percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, mendekatkan pelayanan publik untuk masyarakat, pemerataan pembangunan dan peningkatan daya saing desa serta peningkatan efektifitas dan efesiensi Pemerintah,” ujar Bayu panggilan akrabnya.

Dirinya menambahkan, putusan sela tersebut tidaklah dimaknai tidak boleh melakukan pembangunan daerah di wilayah tersebut. Putusan sela memerintahkan Pemerintah Provinsi melalui Gubernur melakukan mediasi dengan para pihak yang bersengketa, bukan dimaknai tidak boleh berbuat sesuatu khususnya pembangunan daerah.

“Pemerintah Kutim tetap melakukan pelayanan publik dan pembangunan daerah di desa yang wilayahmya masuk menjadi objek sengketa, karena kesejahteraan masyarakat menurut kami adalah hal yang utama,” tutur Bayu.

Terakhir disampaikan, dalam hal ini Pemkab Kutim optimis bahwa wilayah yang disengketakan akan tetap menjadi wilayah Kutim. Namun dengan mengedepankan sikap saling menghormati antar Pemerintah Daerah baik dengan Pemkab Bontang maupun Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat. (*)

Loading