SANGATTA – Rangkaian perayaan Nyepi berlangsung meriah di Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam perayaan Nyepi adalah pengarakan ogoh-ogoh, yang dilakukan juga dibeberapa kecamatan di wilayah Kutim.
Di Kota Sangatta, pengarakan atau pawai ogoh-ogoh (patung raksasa) diarak mulai simpang Tiga Telkom Jalan Yos Sudarso IV Sangatta hingga finish di Pura di Jalan Bumi Etam, Swarga Bara Sangatta.
Pelepasan Pawai Ogoh-ogoh itu, oleh Asisten Pemerintahan Umum dan Kesejahteraan Rakyat Kutim Poniso Suryo Renggono, yang ditandai dengan pemukulan gong.
Poniso Suryo Renggo dalam kesempatan itu mengatakan, Pemerintah Kabupaten Kutim memberikan penghormatan dan turut berbahagia bersama dengan warga umat hindu di Kutim yang merayakan Hari Raya Nyepi.
“Apa yang dilakukanpada hari ini merupakan kegiatan yang sakral. Mari kita jaga kondisifitas dan kebersamaan kita umat beragama di Kutim ini. Semoga dalam setiap rangkain kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka merayakan hari raya nyepi senantiasa diberikan kelancaran dan kemudahan oleh Tuhan Yang Maha Esa,” harap Poniso.
Lebih lanjut Poniso menambahkan, bahwa Pemkab Kutim tiada henti-hentinya memberikan penghormatan dan keleluasaan bagi umat beragama di Kutim dalam menjalankan kegiatan-kegiatan keagamaannya.
Semetara itu, Ketua PHDI Kutim I Gusti Bagus Oka Mahendra mengatakan, ada sekitar 3000 umat hindu di Kabupaten Kutim yang tengah melaksanakan perayaan hari raya nyepi atau menyambut Tahun Baru Saka 1945.
“Rangkaian kegiatan sudah berjalan dari kemarin seperti upacara melasti, tawur kesanga, pengrupukan dan besok nanti nyepi dan selanjutnya ngembak geni. Kegiatan ini tidak dilaksanakan di Sangatta saja tapi se Kutim, seperti di Long Mesangat, Rantau Pulung, Kaubun dan Kaliorang,” ungkap Oka (sapaan akrabnya), ditemui awak media usai pelepasan pawai ogoh-ogoh tersebut.
Oka mengatakan, kegiatan pawai ogoh-ogoh selama tiga tahun tidak laksanakan, karena pandemi Covid-19. Namun, tahun ini ia bersyukur bisa dilaksanakan karena pendemi sudah mulai berkurang dan kegiatan di luar gedung telah diizinkan oleh pemerintah.
“Sehingga kami kami laksanakan lagi pengarakan ogoh-ogoh ini. Semoga dengan adanya ini masyarakat terhibur dan kami juga memelihara budaya kami. Dan inilah salah satu budaya yang kami pelihara dan kami bangga ada di Kutim yang masyarakatnya sangat heterogen tapi tetap damai,” tuturnya.
Lebih jauh Oka menjelaskan ogoh-ogoh tersebut diarak keliling yang diiringi dengan musik dan tari-tarian, hingga akhirnya dibakar di Pura.
“Pembakaran ogoh-ogoh tersebut memiliki makna simbolis sebagai upaya membersihkan diri dari kejahatan dan keburukan serta memulai lembaran hidup baru,” pungkasnya. (G-S04)