
SANGATTA – Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Kutai Timur, Ahmad Junaedi, memaparkan tiga faktor utama yang masih menjadi tantangan besar dalam upaya percepatan penurunan stunting di daerah. Hal itu disampaikannya saat membahas roadmap penanganan stunting yang dinilai memerlukan perhatian lintas sektor.
Menurut Junaedi, faktor pertama berasal dari kondisi keluarga dan pola hidup berisiko. Ia menegaskan bahwa stunting tidak dapat ditangani bila akar masalahnya tidak disentuh langsung.
“Kalau seorang anak sudah mengalami stunting, maka dampaknya dapat berlanjut sepanjang hidupnya. Kita harus menyelesaikan masalah mulai dari keluarga, baik perilaku berisiko, pola hidup, dan kondisi lingkungan,” ujarnya.
Beberapa kebiasaan yang disebutkan sebagai pemicu antara lain kehamilan berisiko, usia terlalu muda atau terlalu tua, jarak kelahiran yang terlalu dekat, hingga pola konsumsi yang tidak seimbang.
Faktor kedua yang turut memperburuk penanganan adalah keterbatasan sumber daya manusia. DPPKB Kutim saat ini hanya memiliki 40 Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) untuk menangani 139 desa yang tersebar luas.
“PLKB itu posisinya nasional, bukan daerah. Kita tidak bisa menambah personel, padahal kewenangan penanganan keluarga berencana sudah dibebankan ke daerah,” jelasnya.
Sementara itu, faktor ketiga yang tak kalah penting adalah kondisi geografis Kutai Timur yang sangat luas. Akses menuju beberapa desa dinilai masih sulit sehingga menghambat pelayanan, termasuk ke balai penyuluhan yang saat ini baru berjumlah 10 unit.
“Masih ada delapan desa lagi yang belum memiliki balai penyuluhan. Ini menyulitkan kita untuk menjangkau layanan secara maksimal,” tambahnya.
Junaedi menegaskan bahwa seluruh faktor ini harus ditangani secara simultan agar target penurunan stunting dapat tercapai secara berkelanjutan. (ADV/Bung TJ)
![]()



