Samarinda – Pada 20 Mei 2022, BPK RI Perwakilan Provinsi Kaltim menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim Tahun 2021. Dalam LHP tersebut, ada beberapa temuan.

Dimana, BPK RI menemukan adanya nilai jaminan tambang yang tidak sesuai ketentuan. Temuan tersebut diperuntukkan untuk DPMPTSP Kaltim dan Dinas ESDM Kaltim. Temuannya sebagai berikut :

1. Analisis jaminan kedaluwarsa sebesar Rp 1.726.534.294.529,09 atau Rp 1,7 Triliun dan $1.668.371,62 atau $ 1,6 juta US dalam rangka memastikan nilai jaminan;

2. Jaminan kesungguhan yang belum dicatat minimal sebesar Rp 593.851.268,47 atau Rp 593 juta;

3. Potensi jaminan kesungguhan hilang minimal sebesar Rp 1.074.560.478,62 atau Rp 1,07 Triliun;

4. Bunga jaminan kesungguhan yang digunakan oleh kabupaten/kota minimal sebesar Rp 87.231.510,24 atau Rp 87 juta;

5. Inventarisasi potensi rekening jaminan tambang lainnya (pokok maupun bunga).

Temuan ini menjadi sorotan Wakil Ketua Komisi III Syafruddin. Menurutnya, persoalan dana jaminan reklamasi (jamrek) pertambangan ini memang kusut. Lantaran adanya pengalihan kewenangan pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dari kabupaten/kota, menjadi provinsi, dan akhirnya ke pusat.

Pada kewenangannya itu ada di provinsi, baru dari situ kelihatan bahwa pemerintah provinsi memiliki kewenangan menelusuri, mengetahui berapa sebenarnya dana jamrek itu.

“Sampai hari ini, teman-teman DPMPTSP itu sedang mencermati berapa sih sebenarnya dana jamrek yang telah terpakai atau yang masih diproses. Kan belum tahu hari ini,” kritiknya.

Seperti diketahui, jamrek ini ialah pengusaha pertambangan menyerahkan dana jamrek ke pemerintah sebelum melakukan kegiatan tambang. Penerimaan ini guna mencegah tidak asal tambang saja. Sisa dari tambang ditinggal pulang.

Syafruddin mengakui hingga saat ini memang belum ada transparansi terkait dana jamrek yang dipegang oleh DPMPTSP. Padahal, pihak DPRD Kaltim selalu mendorong dan mendesak agar pemerintah segera memberi informasi terbuka kepada rakyat tentang berapa jumlah dana reklamasi tersebut dan posisinya.

“Kita dukung agar transparan. Bukan Dinas ESDM nya, tapi DPMPTSP nya. Jadi DPMPTSP yang harus tanggung jawab dan transparan sekian dananya, terpakai sekian, itu dulu lah. Kalau memang ada yang manipulasi atau menyembunyikan dana itu, laporkan ke polisi,” tegasnya.

Politisi PKB ini merasa bahwa temuan BPK RI berpotensi diduga adanya pelanggaran-pelanggaran hukum. Temuan ini layak untuk didorong agar diselesaikan secara hukum. (G-S01)

Loading