Oleh: Makhali, S.Pd., Gr.

Prodi. Magister Pedagogi, Universitas Muhammadiyah Malang Guru di SD Negeri 43 Warengkris, Raja Ampat.

Keberadaan tulisan tangan huruf sambung yang distandarkan melalui Keputusan Dirjen Dikdasmen No. 094/C/Kep/I.83 tanggal 7 Juli 1983, merupakan bagian penting dari sejarah literasi Indonesia. Standar tersebut memastikan adanya bentuk tulisan yang seragam sekaligus menjaga kesinambungan tradisi menulis yang telah lama mengakar dalam budaya sekolah dasar. Di tengah era modern yang dipenuhi perangkat digital, perhatian terhadap huruf sambung menjadi semakin strategis karena aktivitas menulis tangan tidak hanya menghasilkan bentuk tulisan, melainkan membawa dampak mendalam bagi perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Dalam konteks pendidikan nasional, huruf sambung memiliki posisi penting sebagai pembangun karakter sekaligus penanda identitas kebangsaan yang tidak boleh tergerus oleh perubahan zaman.

Kemajuan teknologi telah mengalihkan sebagian besar aktivitas menulis menuju perangkat elektronik. Namun, gagasan dari tokoh-tokoh pendidikan klasik seperti Montessori (1912) dan Dewey (1938) tetap relevan, bahwa pengalaman belajar yang melibatkan tubuh, indera, dan interaksi langsung dengan alat tulis memberikan hasil yang lebih kuat dan bermakna. Tulisan sambung menghadirkan pengalaman tersebut secara utuh. Garis lengkung, sentuhan ritmis, dan hubungan antarhuruf menjadi media yang mengaktifkan berbagai aspek perkembangan anak secara simultan. Dengan demikian, mempertahankan pembelajaran huruf sambung bukan sekadar nostalgia, tetapi merupakan kebutuhan pendidikan modern untuk memastikan peserta didik tumbuh secara komprehensif.

Selain itu, sejumlah kajian terbaru menggarisbawahi bahwa menulis tangan menstimulasi area otak yang bertanggung jawab terhadap perhatian dan ingatan jangka panjang, sebuah temuan yang diperkuat oleh peneliti seperti James (2021). Temuan-temuan ini semakin menguatkan argumen bahwa huruf sambung bukan lagi sekadar kegiatan mekanis, tetapi sebuah proses kognitif yang sarat nilai. Di tengah derasnya tantangan global terhadap karakter generasi muda, huruf sambung dapat menjadi pondasi literasi budaya yang menghubungkan generasi sekarang dengan sejarah pendidikan nasional di Indonesia.

Penguatan Kognitif Melalui Pola Gerak, Visual, dan Memori

Pembelajaran huruf sambung mampu merangsang aktivitas kognitif yang lebih kompleks dibanding tulisan lepas atau pengetikan. Setiap huruf yang saling terhubung menuntut koordinasi antara persepsi visual dan motorik halus, yang menurut Piaget (1952) merupakan proses integral dalam konstruksi pengetahuan. Ketika siswa menulis sambung, mereka harus menentukan alur, arah garis, dan hubungan antarhuruf secara sekaligus. Proses ini memaksa otak untuk melakukan integrasi informasi dalam waktu singkat, sehingga mengembangkan kesadaran visual-spasial dan kemampuan analitis.

Aktivitas menulis sambung juga memperkuat memori jangka panjang. Ritme tulisan yang berulang dan aliran gerak yang tidak terputus menciptakan pola sensorimotor yang stabil. Hal ini memudahkan siswa mengingat bentuk huruf dan struktur kata secara otomatis. Dibandingkan mengetik, yang setiap hurufnya ditekan secara terpisah, huruf sambung menempatkan otak dalam kondisi berpikir kontinu. Kondisi ini mendukung pengembangan working memory yang berperan penting dalam memahami materi pelajaran, menyelesaikan soal matematika, dan membaca teks yang kompleks.

Di sisi lain, bentuk huruf sambung yang khas dan baku juga memudahkan siswa membedakan pola bahasa. Pengulangan bentuk lengkung dan sambungan huruf berfungsi sebagai latihan penguatan fonologis dan ortografis. Aktivitas ini membuat siswa lebih mudah mengidentifikasi kesalahan, mengenali pola kata, dan memahami struktur bahasa. Dengan demikian, huruf sambung menjadi alat literasi yang tidak hanya memperindah tulisan, tetapi juga memperkuat dasar berpikir logis dan sistematis yang dibutuhkan siswa dalam menghadapi pelajaran di kelas maupun tantangan akademik yang lebih tinggi.

Penguatan Afektif dan Psikomotor sebagai Bentuk Pembentukan Karakter Siswa Indonesia

Di balik garis-garisnya yang tampak sederhana, huruf sambung memiliki kekuatan besar dalam membentuk karakter dan mengembangkan dimensi afektif siswa. Kegiatan menulis sambung menuntut kesabaran, ketekunan, dan disiplin. Proses ini sejalan dengan gagasan Vygotsky (1978) bahwa perkembangan emosi dan sosial berjalan seiring dengan aktivitas belajar yang dilakukan secara konsisten. Ketika siswa berusaha menyempurnakan bentuk huruf, mereka sekaligus belajar mengelola diri, mengatur emosi, dan mempertahankan usaha meskipun harus mengulang berkali-kali. Hal-hal semacam ini membentuk daya juang dan karakter tangguh yang dibutuhkan dalam kehidupan modern.

Pada sisi estetis, huruf sambung mengajarkan siswa tentang harmoni visual dan keindahan bentuk. Garis melengkung dan keteraturan ukuran huruf menumbuhkan rasa bangga dan kepuasan ketika tulisan terlihat rapi. Rasa estetika ini secara tidak langsung meningkatkan penghargaan terhadap karya sendiri, membangun kepercayaan diri, sekaligus memperkuat dimensi afektif yang berkaitan dengan identitas diri. Huruf sambung menjadi cara siswa mengekspresikan kepribadian mereka melalui tulisan tangan yang khas dan unik.

Aspek psikomotor juga berkembang signifikan melalui pembelajaran huruf sambung. Gerakan tangan yang mengalir, tekanan pena yang terkontrol, dan kecepatan menulis yang stabil melatih koordinasi otot kecil yang menjadi dasar untuk kegiatan akademik lain seperti menggambar diagram, membuat peta konsep, atau menulis simbol matematika. Dengan latihan yang cukup, siswa menjadi lebih terampil, cepat, dan efisien dalam menghasilkan tulisan, yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas belajar mereka. Kekuatan psikomotor ini semakin penting di era modern, ketika kemampuan manual sering terpinggirkan oleh perangkat digital, tetapi tetap dibutuhkan dalam banyak aktivitas kehidupan nyata.

Huruf sambung bukan sekadar teknik menulis, melainkan warisan budaya literasi Indonesia yang memiliki dampak besar terhadap perkembangan siswa. Keberadaannya memperkuat kemampuan berpikir, membangun karakter, dan mengasah keterampilan motorik secara simultan. Di tengah perubahan teknologi yang begitu cepat, mempertahankan pembelajaran huruf sambung berarti menjaga kesinambungan identitas bangsa sekaligus memastikan bahwa pendidikan tidak kehilangan unsur manusiawinya. Tulisan sambung yang baku sesuai standar nasional tidak hanya memperindah karya tulisan siswa, tetapi juga menjadi simbol integritas, ketekunan, dan kepribadian generasi penerus Indonesia.

Loading