SANGATTA – Pagi itu, Rabu (3/12/2025) Bukit Pelangi di Sangatta Utara bukan hanya menyuguhkan pemandangan khas Kantor Bupati, melainkan menjadi saksi bisu getaran semangat tak terbatas. Dalam balutan tema “Berkarya Tidak Ada Batas,” Peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) Se-Kabupaten Kutai Timur (Kutim) 2025 menjadi lebih dari sekadar seremoni ini  adalah manifesto ketangguhan.

Para siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) Kutim mengawali hari bukan dengan duduk diam, melainkan dengan energi yang menular. Setelah senam pagi yang ceria, langkah-langkah tegap mereka menyusuri rute jalan sehat mengelilingi taman Helipad, seolah membuktikan bahwa batasan fisik hanyalah ilusi saat semangat sudah bulat.

Di Ruang Meranti, aura kehangatan terasa kental. Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman, hadir menutup acara dengan narasi yang menembus tembok formalitas. Beliau tidak lagi bicara tentang kekurangan, melainkan tentang kesempatandan kelebihan tersembunyi.

“Peringatan ini menjadi momentum bagi kita semua untuk menegaskan bahwa penyandang disabilitas bukan berarti kurang. Justru di balik keterbatasan fisik yang terlihat tersimpan kelebihan dalam ketangguhan, keteguhan hati, dan kemampuan untuk bangkit menghadapi tantangan,” ujar Bupati Ardiansyah.

Pesan itu ditujukan langsung kepada para pahlawan kecil yang hadir, jangan biarkan batasan fisik atau pandangan orang lain menentukan seberapa jauh kalian bisa melangkah. Yang menentukan masa depan adalah keyakinan, kerja keras, dan semangat yang tidak pernah padam. Ini adalah penegasan bahwa perjuangan terbesar terletak pada kekuatan batin yang tak pernah menyerah.

Di sisi lain, Haristo, perwakilan dari Kepala SLB Se-Kutai Timur, menyajikan inti dari perayaan ini sebagai pembuktian.

“Tujuan kegiatan ini adalah semata-mata ingin membuktikan… bahwa anak-anak yang disebut Tunanetra, Tunarungu, Autis, dan sebagainya juga punya potensi bilamana dibimbing dan dibina dengan baik,” tegasnya.

Bukan hanya kata-kata, Haristo menyertakan fakta. Siswa-siswi SLB Kutim telah menorehkan prestasi gemilang di berbagai ajang kompetisi bergengsi seperti O2SN, LKSN, hingga ML2SN, bahkan menembus tingkat nasional. Kisah ini adalah tamparan lembut bagi siapa saja yang masih memandang disabilitas sebagai halangan. Mereka bukan mencari belas kasihan, melainkan menuntut kesetaraan ruang dan kesempatan untuk bersinar. (DS)

Loading